Tuesday, December 18, 2007

Catatan si Jago Makan: Tuntutan Profesi atau Perut?

Hampir tiap hari makan bakso. Ini seperti sudah menjadi ritual wajib. Setelah bakso baru bebek. Meski tak separah bakso, menu yang satu ini cukup membuatnya tak bisa berpaling. Paling tidak seminggu sekali. Lalu Mi Ayam, Soto Madura, Sate Kelapa, Rawon Setan, Pecel, dan mungkin masih banyak yang lain.

Dalam sehari bisa makan sampai 6 kali. “Eh, nggak ding, kadang ampe 7,” ia meralatnya. Belum sempat saya menuntaskan keheranan saya, ia menambahkan “Jangan salah, ada ngemil-nya juga. Bakso, Pangsit, Siomay, Rujak” Ya ampun….bener-bener doyan makan ini orang!!!

Namanya Manda Roosa. Tapi lebih dikenal dengan panggilan “Mendol”. Lengkapnya La Mendol. Sekilas nama ini seperti diambil dari bahasa Italia. Tapi sebenarnya tidak ada hubungannya sama sekali. Penjelasan lebih detailnya di sini.

“Nama Mendol adalah nama pemberian Mbah Kakung saya. Ini nama panggilan di keluarga dan saudara-saudara. Nama Mendol, merujuk pada makanan khas dari olahan tempe bosok, yang bentuknya padat seperti pembawaan saya,” jelasnya.

Baiklah, untuk lebih mengakrabkan, saya akan panggil pemilik blog jagomakan.blogspot.com ini dengan nama Mendol. Isi blognya apalagi kalau bukan soal makan, urusan yang tak jauh dari perut. Ada Puding, Nasi Goreng, Donat, Durian, Pecel, Bakso Bakar, Pecel Terong, dan masih banyak menu-menu lainnya.

Sepertinya ibu satu anak ini doyan banyak jenis makanan. Setelah saya desak, ia membeberkan makanan yang menjadi pantangannya. Ada dua jenis makanan yang membuatnya bergidik, yaitu jika dia disuguhi Udang dan Lobster. Ada apa gerangan?

“Soal yang tidak suka, ini bukan masalah selera. Tapi saya punya alergi sama yang namanya udang dan lobster,” jawabnya memberi alasan.

“Wueh..kalau ada acara food taster, teman wartawan suka ngerjain saya dengan memesan menu ini. Dan mereka tertawa puas, ketika saya cuman bisa ngiler ngeliatin,” tambahnya.

Manda adalah seorang jurnalis, spesialis menulis masalah kuliner. Ia bekerja untuk Majalah East Java Traveler dan Majalah Surabaya City Guide, dua unit usaha dari Mossaik Communications yang berada di bawah manajemen Suara Surabaya Media.

Jelas saja pengalaman dan pengetahuannya soal dunia kuliner ini sudah tak diragukan lagi. Bagaimana tidak, selain memang sebagai jurnalis kuliner, sudah jauh hari, atau istilah arek Surabaya, “sudah dari sono”-nya ia punya kegemaran mencicipi makanan-makanan enak.

“Blog ini sebenarnya merupakan behind the scene, dari liputan saya. Di sini bisa dilihat perjuangan saya bangun pagi-pagi untuk nongkrongin penjual sate kelapa. Atau cerita,di mana saya terpaksa menelan bulat-bulat makanan yang pedas, sekedar membahagiakan si pemiliknya. Atau sekedar berbagi informasi bagaimana nasib akhir sebuah donat yang sudah tidak laku. Semuanya adalah cerita-cerita yang tidak mungkin saya ungkap di majalah karena lebih ke pengalaman personal,” jelasnya tentang ihwal pembuatan blognya yang rame dikunjungi para blogger itu.

Sejak awal Manda memfokuskan blognya hanya menceritakan masalah kuliner. Dia mengangankan blognya ini kelak bisa menjadi rujukan bagi siapa saja yang ingin sharing atau mencari informasi tentang pusaka kuliner di nusantara dan sekaligus untuk turut melestarikan makanan khas daerah.

Usahanya mengasuh blog kuliner itu telah membuahkan hasil. Bulan Mei lalu, Manda dinobatkan sebagai maskot Partai Komunitas Bangau Mania, yang simpatisannya direkrut dari kalangan yang doyan jajan. Selamat ya, siapa tahu jika kelak partai ini bisa maju dalam pemilu mendatang, Manda bisa diusulkan menjadi Menteri Urusan Pangan!

Berkah lainnya, Manda pernah diundang oleh salah seorang pemilik resto yang membaca blognya. Ia diundang untuk mencicipi dan makan gratis, sebagai imbalannya, ia punya kewajiban moral untuk menulis laporannya di blog.

“Itulah kenapa saya menulis di profile saya. Kuli tinta yang menemukan surga dunia di dalam pekerjaannya sebagai jurmalis kuliner. Hampir setiap datang liputan, saya selalu disuguhi makanan yang ujung-ujungnya gratis bahkan dibawakan oleh-oleh. Yang exciting, saya pernah makan steak yang harganya setengah juta… Gratisss. Pernah dibungkusin 12 bungkus pecel, karena penjualnya suka sekali diliput. Satu besek besar jenang dodol, bahkan sampai pernah keracunan cokelat gara-gara saya habisin sendiri dua kotak besar cokelat. Tapi nggak bakal kapok kok....hehehe”.

Jika banyak orang yang menjalani profesi karena tuntutan kebutuhan, lain halnya dengan Manda. Ia mendapatkan profesi yang klop dengan hobi. Makanya ia kerap memesan menu tambahan di luar jatahnya sebagai taster. Manda masih berbaik hati, oleh-olehnya hasil perburuannya sebagian ia bagi-bagikan ke rekan-rekan kerjanya di kantor.

Namun karena kegemaran makan bukan hanya berlaku ketika dia menjalankan tugasnya sebagai jurnalis kuliner, tapi juga dalam kehidupannya sehari-hari, diakuinya sebagian gaji habis untuk urusan yang satu ini. Kalau sudah begini, apakah ini layak disebut berkah atau musibah. Entahlah, toh suaminya tak terganggu akan porsi makan istrinya yang berlebih, bahkan sebagian gajinya yang dihabiskannya untuk kesenangannya itu.

Di luar kesibukannya sebagai jurnalis kuliner dan mengurus keluarga, tak disangka ia masih sempat menjadi pengajar di sebuah sekolah modeling. Haaa? Bagaimana ceritanya, apa dia pernah menjadi model?

“Iya, Model Galian Kendor, puass!!!,” jawabnya seperti meniru Tukul yang tengah membalas olok-olok dari audiens. Bukan ia membela, tapi malah mempertegas olokan itu.

“Ngajar dan kuliner memang punya persamaan. Sama-sama urusan perut.,” jawabnya penuh canda.

Ternyata ujung-ujungnya perut juga. Dasar si Jago Makan!

Wednesday, September 05, 2007

Sensasi Sang Pakar Telematika

Roy Suryo tampaknya hendak membuat kejutan di bulan Agustus ini menjalang peringatan Hari Ulang Tahun RI ke-62. Ia mempublikasikan lagu Indonesia Raya Tiga Stanza yang diklaimnya sebagai hasil temuannya bersama Tim Air Putih dari sebuah server di Belanda.

Konferensi Pers pun digelar. Media ramai mengabarkan temuan istimewa ini. Namun selang beberapa hari kemudian temuan itu ternyata dinyatakan basi!

Lagu Indonesia Raya yang diklaim oleh penemunya sebagai temuan baru itu ternyata sudah ada di Youtube sejak Desember 2006 . Reaksi juga datang dari Perum Percetakan Negara RI (PCNRI) Cabang Surakarta yang menyatakan sudah lama memiliki rekaman lagu Indonesia Raya Tiga Stanza seperti yang ditemukan Roy Suryo. Mohammad Ridwan seperti dilansir oleh Detik.com, mengaku pernah menemukan lagu Indonesia baru itu di buku pelajaran SD.

Tak hanya itu, pengurus Air Putih belakangan memberikan klarifikasi atas pernyataan Roy Suryo yang membawa-bawa nama lembaganya. Disebutkan bahwa Air Putih tidak pernah mengadakan penelitian secara khusus tentang arsip sejarah di internet. Dinyatakan pula bahwa Roy Suryo bukan anggota Air Putih, apalagi ketuanya.

Yang amat memalukan barangkali adalah soal pengakuan Roy Suryo yang menemukan lagu Indonesia Raya itu di sebuah server di Belanda. Menurut pengurus Air Putih lagu itu ditemukan dari hardisk di salah satu komputer milik Air Putih yang entah kapan dan didownload oleh siapa. Dan Roy Suryo adalah salah seorang yang pernah mengopi data sejarah dan lagu Indonesia Raya itu.

Roy Suryo, Media dan Blogger

Timbul pertanyaan, mengapa media massa pada mulanya tampak membesar-besarkan isu itu tanpa melakukan kroscek lebih dulu. Apakah memang wartawan pada mulanya memang tidak mengetahui bahwa temuan Roy Suryo itu sudah lama ada, atau memang ada agenda untuk kembali mengangkat isu ini mengingat momentum yang tepat menjelang peringatan Hari Ulang Tahun RI yang ke-62?

Memang media selanjutnya terus melakukan penelusuran, dan akhirnya membongkar apa yang sebenarnya terjadi. Media bisa membela diri bahwa kebenaran dirangkai dari waktu ke waktu, terus berevolusi, dan pada akhirnya semua informasi yang dirangkum itu saling melengkapi. Namun dari beberapa kali pemberitaan, media kerapkali tampak mengekspose secara berlebihan isu-isu yang dilontarkan oleh sang pakar telematika itu.

Hal inilah yang amat disayangkan oleh para blogger yang banyak mengetahui kapasitas kepakaran Roy Suryo, yang dicitrakan oleh media sebagai pakar telematika. Beberapa komentar sanggahan atas pernyataan-pernyataan Roy Suryo sempat dirangkum dalam situs Roysuryowatch.org, namun situs ini sudah tak dapat diakses lagi.

Ambar Sari Dewi pernah menulis profile Roy Suryo di Majalah Pantau edisi Juli 2001 yang diberi judul “Roy Suryo Sang Jagoan”. Tanpa melebih-lebihkan, agaknya sosok Roy Suryo yang diangkat oleh media dikupas secara berimbang dalam tulisan ini. Ada pernyataan saudara kandung Roy Suryo, Roni Suryo yang mengakui bahwa adiknya ini sebenarnya tak cukup punya kompetensi dalam bidang IT. Roni bahkan mengatakan jika adiknya memang suka mencari popularitas. Tulisan ini bisa dibaca di www.pantau.or.id.

Jika dirunut dari beberapa catatan para blogger, perseteruan Roy Suryo dengan para blogger itu bermula dari komentar Roy Suryo yang menilai bahwa blog dan friendster adalah tren sesaat. Menurutnya, seperti yang dicatat dalam blog priyadi.net, profile friendster 68% adalah palsu. Selain itu blog dan friensdter banyak dipakai oleh pemiliknya untuk melakukan character-assassination. Oleh karena itu, Roy menarik kesimpulan bahwa kebenaran informasi blog tak bisa dipercaya.

Sejumlah blogger pun bertanya-tanya. Apakah sang pakar telematika yang mengkritik blog ini punya blog, dia yang mengkritik friendster ini punya friendster. Ehmm... barangkali karena dia sudah tak percaya dengan segala macam barang gratisan, seperti blog atau email. Bukankah satu-satunya email yang sering dipakai juga numpang domain milik kampus? Ujung-ujungnya gratisan juga, khan?

Undangan yang bernada bersahabat disampaikan oleh Ikhlasul Amal. Amal mengajak Roy Suryo untuk menulis di blog. Saran Amal ini untuk memudahkan Roy melontarkan gagasannya daripada harus mengirimkannya ke milis dan media massa. Kelebihannya dengan blog, Roy bisa berinteraksi dengan para pembaca secara dua arah.

“Kelebihan blog menurut saya adalah kita bisa berkomunikasi langsung dengan pembaca tanpa melalui pihak ketiga yang kadang tidak cukup mengerti bidangnya. Kalau untuk RS menurut saya bukan itu yang dicari, RS malah butuh pihak ketiga yang punya akses ke masyarakat banyak, dan relatif percaya dengan omongan RS (lepas dari benar atau tidaknya argumentasi RS). Yang menjadi tujuan RS adalah sensasionalism, hal itu menurut saya gak bisa didapatkan dia dari blog. Selain itu media konvensional cenderung satu arah, hal ini cocok dengan personalitas RS yang kurang dapat berdiskusi. Jadi menurut saya, dari perspektif RS, blog tidak cocok untuk dia,” tulis Priyadi mengomentari posting Amal.

Kembali ke hubungan media dan Roy Suryo, siapa sebenarnya yang berkepentingan dalam mengekspos setiap isu sang pakar telematika itu. Media, ataukah Roy Suryo sendiri yang sebenarnya hendak mencari popularitas?

Pada kasus penemuan lagu Indoesia Raya Tiga Stanza ini, jika dirunut dari kronologi bagaimana isu itu dilempar ke publik, tampaklah bahwa Roy Suryo sendirilah yang mulanya mengontak media. Tak hanya itu ia menghubungi beberapa pejabat, ketua MPR sampai wakil presiden. Dan parahnya lagi, beberapa pejabat itu sempat terheran-heran akan penemuan Roy Suryo itu.

Apakah memang isu yang dihembuskan Roy Suryo ini, kalau memang tidak baru, tapi belum banyak diketahui oleh publik. Dan karena alasan itu Roy Suryo merasa perlu menyampaikannya ke media?

Baiklah jika memang demikian kenyataannya di lapangan, media, pejabat berwenang memang tak banyak yang tahu, sehingga kita bisa mengambil sisi positifnya. Persoalan selesai. Kehebohan itu cuma berlangsung beberapa hari saja dan masyarakat akan begitu saja melupakannya.

Tapi peristiwa ini tentu saja tak sebegitu mudahnya dilupakan oleh para blogger, khususnya yang sudah lama terlibat silang pendapat dengan Roy Suryo.

Selain soal kepakaran Roy Suryo dalam hal IT yang diragukan, juga sosok Roy Suryo yang dinilai gemar melakukan sensasi tanpa disertai data dan fakta yang akurat. Beberapa blogger menulis komentarnya terkait soal heboh penemuan “lagu Indonesia Raya Tiga Stanza” oleh sang pakar telematika ini.

Priyadi, misalnya. Dalam blognya priyadi.net, ia menulis “Kiat Sukses Menjadi ‘Penemu’ Versi Asli Lagu ‘Indonesia Raya’. Posting itu ditulis dengan nada satire yang sepertinya hendak menyatakan betapa naifnya seorang Roy Suryo, yang dalam aksinya kali ini lagi-lagi ingin mencari popularitas. Dari penelusuran arsip tulisan dalam blognya, Priyadi rupanya sudah beberapa kali menulis tentang Roy Suryo.

Catatan-catatan lainnya bisa ditemukan di blog Ndoro Kakung, Jay, M Fahmi Aulia, atau prediksi kisah selanjutnya "Habis Indonesia Raya, Beralih ke Telor Columbus".

Bagi sejumlah blogger, kasus penemuan lagu “Indonesia Raya Tiga Stanza” ini barangkali akan menambah catatan aib Roy Suryo, sosok yang dijuluki media sebagai pakar telematika. Blogger lain bisa jadi mendukung, masyarakat di luar blogger barangkali juga akan menganggap Roy Suryo sebagai orang yang banyak berjasa. Silakan saja, siapapun boleh menyampaikan pendapatnya. Media juga boleh memberikan julukan apa saja, namun pada akhirnya pembacalah yang akan memberikan penilaian. Apakah berita itu akurat, atau cuma sekadar sensasi!

*Tulisan ini dimuat di rubrik gaya suaramerdeka.com, dan juga versi blognya blog.suaramerdeka.com

Thursday, July 19, 2007

Antiklimaks Suporter Indonesia

Demi Nasionalisme, Merah Putih (tetap) Dikibarkan

Sepakbola hingga kini masih terbukti ampuh menjadi alat perekat rasa nasionalisme masyarakat Indonesia. Fakta ini bisa ditemukan dalam perhelatan Piala Asia yang berakhir dramatis dengan kekalahan Indonesia dari Korea 1-0. Meski Tim Merah Putih gagal melaju ke babak perempat final, namun sejumlah suporter tetap memberikan sanjungan. Apapun yang terjadi, Merah Putih tetap dikibarkan.

Tengok saja Jaya Prawira yang rela jauh-jauh datang dari Yogyakarta demi menyaksikan secara langsung tim kesayangannya berlaga. Ia mengaku telah memberikan dukungannya langsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno sejak laga perdana Tim Merah Putih. Ia pun selalu menyempatkan untuk menonton di kelas VIP. Biasanya ia ke Jakarta dengan pesawat, namun karena kehabisan tiket, hari itu ia berangkat dengan Kereta Api.

“Sudah habis berapa juta saya untuk ini semua,” ujarnya kepada wartawan Detik. Tak cukup itu, Slemania yang mengaku bekerja di Dinas Pendidikan Nasional di daerahnya sampai membolos kerja.

Lengkap sudah kekecewaan Jaya. Sudah banyak berkorban, tapi tim yang didukung dengan segenap pengorbanan tak memberinya kemenangan. Namun demikian ia tetap mengibarkan bendera Merah Putih ukuran kecil sembari menyanyikan lagu sebagai ekspresi kekecewaannya.

“Nggak bisa menang. Indonesia mimpi menang. Bangun-bangun kalah.” Ini diulang-ulangnya, dengan terduduk lemas di depan jalan keluar stadion, tangannya terus mengibarkan bendera merah putih. Tak pelak polahnya ini mengundang perhatian sejumlah orang yang melewatinya.

Kecintaan Jaya pada timnas merah putih adalah nasionalisme yang dipertaruhkan atas rasa kecewa pada sesuatu yang dicintainya. Sebuah cinta yang dipertemukan atas dasar rasa se -tanah air, sebangsa Indonesia, sebuah komunitas semu (immagined community) yang dibayangkan sekelompok masyarakat, menurut Benedict Anderson. Sebentuk cinta yang tanpa menuntut, cinta dengan alasan yang sulit dijelaskan.

Nasionalisme Jaya juga berarti pengorbanan seorang suporter timnas sepakbola Indonesia yang bertahun-tahun menunggu timnya masuk dalam pentas sepakbola dunia berakhir dengan kekecewaan. Jaya barangkali hanya satu dari sekian ribu suporter yang rela berkorban demi rasa kecintaannya pada tim sepakbola tanah air. Kalau pada akhirnya dia kecewa, ini wajar karena dia sudah banyak berkorban.

Memang tanggapan atas kekalahan timnas Indonesia cukup beragam. Meski kecewa, ada juga yang tetap merasa bangga karena tim kesayangganya telah mampu menunjukkan permainan terbaik.

“Kita kalah dengan terhormat, wajarlah lawannya Korea,” komentar Adhiyaksa Dault, Menteri Negara Pemuda dan Olahraga.

Komentar Adhiyaksa tersebut memang melegakan, tapi di sisi lain mengecilkan timnya sendiri. Seolah menyimpulkan, apa mau dikata, timnas Korea memang lebih baik.
Lihat saja ekspresi Nudin Halid, sang Ketua Umum PSSI, yang mukanya merah padam. Namun demikian dia tetap memberikan sanjungan bahwa timnas merah putih telah menunjukka permainan kelas dunia.

Sementara itu, Sang pelatih Ivan Kolev mengatakan Indonesia beda kelas dari Korea. Korea adalah tim tangguh yang beberapa kali masuk Piala Dunia memiliki kemampuan di atas timnas Indonesia. Lagi-lagi dia pun bangga dengan anak-anak asuhnya. Baginya ini apa yang diberikan mereka sudah yang terbaik.

Apapun hasilnya, toh cinderamatan kaos timnas tetap laris manis. Meski kecewa, mereka tetap bangga membeli atribut timnas itu entah untuk sekedar oleh-oleh keluarganya di kampung halaman, atau sebagai simbol rasa nasionalismenya pada timnas Indonesia. Meski timnya kalah, suporter tetap membeli kaos tim kesayangannya. Ini seperti menyiratkan, meski kalah, timnas Indonesia tetap dicintai, atribut sebagai simbol kebesaran tim tetap disematkan.

Blogger Suporter

Dari hasil penelusuran, ada beberapa blogger yang secara khusus mengulas seputar dunia bola. Dari sekian itu, ada yang lebih khusus mengulas dunia suporter dengan segala wacana dan pernak-pernik suporter bola dalam negeri. Ada bangunsuporter.blogspot.com yang dikelola oleh Aji Wibowo, Suporter.blogspot.com dikelola oleh Bambang Haryanto, Pemegang Rekor Muri Sebagai Pencetus Hari Suporter Nasional 12 Juli dan Warga Epistoholik Indonesia, Persebaya.blogspot.com, dikelola oleh bonekmania, suporter Persebaya Surabaya, dan tentu masih ada blog suporter lainnya baik yang dikelola oleh perorangan maupun komunitas.

Dari sekian blog yang saya kunjungi, masindra.wordpress.com adalah blogger yang pertama kali mencatatkan komentarnya atas pertandingan Indonesia vs Korea malam itu juga. Bisa jadi ada blogger lain yang luput dari penelusuran saya.

Pemilik blog tersebut menggabarkan situasi menjelang pertandingan yang ditangkapnya dari luar stadion. Ada suara letusan, ada suporter membakar salah satu loket penjualan tiket Ada aksi pembubaran massa dengan gas air mata oleh petugas kepolisian.

Untuk apa suporter sampai membakar loket, kenapa juga polisi menyemprotkan gas air mata untuk supporter yang ingin mendukung tim setanah-airnya?

Apakah itu terjadi karena rasa nasionalisme. Nasionalisme versi suporter yang hendak mengekspresikan rasa kecintaannya kepada tim, dan nasionalisme petugas kemanan yang ingin mengamankan perhelatan akbar simbol keperkasaan merah putih? Lalu kenapa pula kedua kubu tak bisa sejalan, bukankah mereka punya satu kepentingan, membawa satu bendera?

Dari awal pemilik blog http://masindra.wordpress.com sudah menduga, pemain Indonesia akan terlihat sedang belajar bermain bola, karena kecepatan yang selama ini diandalkan untuk melawan tim timur tengah tak efektif untuk melawan Korea Selatan. Belum lagi sikap yang terlalu hati-hati sang pelatih Ivan Kolev untuk mengganti pemain dan mengubah strategi permainan.

“Melihat permainan tim Indonesia malam itu seperti mengingat masa lalu, pemain panik dan tegang, ketika tertekan banyak membuang bola, sering melakukan kesalahan passing dan salah mengontrol bola. Antiklimaks permainan Indonesia. Dengan permainan seperti itu wajar saja kalah melawan Korea Selatan yang sebetulnya bermain dengan sangat biasa, tidak istimewa,” catatnya.

Mencermati catatan blogger itu, tampak sikapnya yang tegar. Sikapnya yang seolah-olah tak hendak membela kekalahan, menutupi kekecewaan. Inilah rasa nasionalisme yang melihat fakta secara obyektif. “Sedih tapi tetap realistis. Belum waktunya kali ya,” tulisnya.

Ya, tetap harus diakui bahwa timnas Korea di atas kertas lebih unggul. Namun demikian, permainan timnas Indonesia dalam Piala Asia kali ini sudah menunjukkan peningkatan. Meski tidak lolos ke babak perempat final, apa yang sudah diberikan oleh skuad timnas Indonesia adalah hasil yang sudah patut dibanggakan.

Tentu saja membela mental para pemain juga menjadi hal yang penting karena bagaimanapun mereka sudah berusaha maksimal. Dan sebagai pelatih dan para pembina sudah seharusnya memberikan dukungan moral pada anak-anak asuhnya.

Tapi sebagai suporter tentu saja tak bisa dituntut untuk bersikap seperti layaknya mereka yang berada di jajaran pembina. Suporter adalah anak, sekelompok rakyat yang dengan sukarela berteriak-teriak memberikan dukungan, begadang menahan kantuk untuk menonton pertandingan, bahkan sampai nekad membolos kerja, seperti yang dilakukan oleh Jaya suporter dari Yogyakarta. Jangan paksa mereka untuk menghibur timnya, biarkan saja mereka menumpahkan segala ekspresinya: kesal, jengkel, dongkol, kecewa.

Belajar dari suporter sepakbola Indonesia, baik yang blogger atau bukan, mereka yang berasal dari beragam daerah, yang hampir masing-masing memiliki tim lokal, bersatu-padu meleburkan diri mendukung perjuangan tim nasional Indonesia, entah betapapun akhirnya dikecewakan. Kecewa karena kalah, namun tetap bangga karena timnya telah menunjukkan permainan yang maksimal. Betapa sakit, betapa kecewa, namun tetap bangga. Masing-masing dari mereka punya beragam cara untuk mengeskpresikan kecintaannya pada tim kesayangannya. Apapun yang terjadi, demi nasionalisme, Merah Putih tetap dikibarkan!

Mengutip tulisan http://masindra.wordpress.com yang menyatakan "Antiklimaks Permainan Sepakbola Timnas Indonesia", di sisi lain frasa ini sesuai untuk mengungkapkan kekecewaan para suporter atas kekalahan tim nasionalnya. Maka tulisan ini akan diakhiri dengan "Anti klimaks Nasionalisme Suporter Indonesia."

*Ditulis oleh Muhamad Sulhanudin. Tulisan ini dimuat di http://hanyaudin.blogspot.com, dan juga di http://gaya.suaramerdeka.com atau versi blognya http://blog.suaramerdeka.com

Sunday, May 27, 2007

Blog FPI Online: Black Campaign yang Menguntungkan? (Terakhir)

KEINGINAN macam apakah yang mendorong pengelola blog FPI Online melakukan itu semua, adakah skenario untuk menjatuhkan FPI, atau mengadu domba Islam, misalnya?

Jika tidak, apakah yang dilakukannya ini sebenarnya untuk bisnis internet, seperti yang dilakukan oleh para blogger yang copy-paste artikel, membuat blog dalam jumlah yang banyak, untuk menjerat pundi-pundi Google Adsense?

Pada email balasan yang ketiga, pengelola Blog FPI kembali menyampaikan bahwa apa yang dilakukannya sekadar mengumpulkan berita-berita tentang aktivitas FPI agar lebih mudah diakses oleh siapa saja yang membutuhkan.

“Kalo ‘black campaign’ ya tidaklah. Ana tidak ngarang-ngarang cerita dengan memutar-balikkan fakta tentang FPI. Ana sekadar mencuplik dari berita-berita di media massa Indonesia maupun asing. Ana tidak mengurangi juga tidak nambah-nambahi. Mungkin lebih tepat disebut ‘un-official blog’ FPI. Kan di description juga ana cantumkan bahwa ana pendukung tegaknya syariat Islam di Indonesia, tapi ana tidak menyebut sebagai anggota FPI,” jawabnya.

Menurutnya, selama ini belum ada media di Indonesia yang berani memberitakan kegiatan FPI secara positif.

“Media bernuansa Islam macam Republika, Hidayatullah, Eramuslim dan lainnya saja jaga jarak kok, malah mereka lebih baik tidak memuatnya. Sedangkan nama FPI kan kebanyakan muncul kalo ada kericuhan dan lain-lainnya,” tambahnya.

Pengelola blog FPI sepertinya keberatan disebut telah melakukan black campaign. Pertanyannya, kalau pemilik blog FPI tersebut memang benar-benar pendukung tegaknya syariat islam, simpati dengan perjuangan FPI, kenapa dia juga menyediakan link-link ke situs yang bertentangan dengan misinya itu dan anehnya link ke blog terlarang itu justru juga dibuat oleh pengelola yang sama. Dia membuat blog FPI, tapi juga membuat blog tandingannya?

Lalu apa yang lebih tepat untuk menyebut aktivitas yang dilakukan blogger yang mengelola FPI Online, Zamanku, dan Mediacare itu jika yang bersangkutan keberatan disebut telah melakukan black compaign. Apakah diantara anda sekalian, ada yang punya istilah yang lebih tepat?

Untuk mengetahui bagaimana sikap FPI atas blog FPI online, saya menghubungi kantor pusat FPI seperti yang dicantumkan dalam blog FPI Online tersebut. Ternyata nomor itu benar alamat telepon FPI pusat. Oleh seorang perempuan yang menerima telpon, saya disarankan menghubungi Irwan Arsidi.

“Untuk urusan ini, silakan tanya kepada pak Irwan. Dia sekretarisnya Habieb,” jawabnya. Habieb yang dimaksud adalah Habib Rizieq, Ketua Umum FPI.

Dari percakapan telpon dengan Irwan, tampak kesan dia sosok yang ramah. Malam itu dia bilang sedang menemani putra habib Rizieq jalan-jalan.

“Kita sudah mendengar kabar itu. Namun kita nggak mempermasalahkan. Blog itu malah bisa mempublikasikan kegiatan-kegiatan FPI,” jawabnya.

Tidakkah FPI menganggap blog itu sebagai black campaign?

“Selama ini kita masih melihat sisi positifnya. Kita biarkan saja dulu, baru kalau sudah terlalu memojokkan FPI, kita akan bertindak,” jawab sekretaris Badan Investigasi FPI itu.

Menurutnya, kasus semacam ini sudah beberapa kali terjadi. Irwan mengaku tidak mengetahui siapa yang membuat blog FPI itu. Ia menduga hal itu dilakukan oleh orang-orang yang simpati terhadap FPI. Sebelumnya FPI pernah memiliki website, namun dirusak oleh hacker.

“Dalam waktu dekat, Insya Alloh bulan depan kita akan punya website. Rencananya akan pakai domain org,” jawabnya.

Apa yang dilakukan oleh sosok anonim bernama "Indonebia", pengelola blog FPI Online, atau sosok yang sama bernama “Radityo Djajoeri” pengelola blog Mediacare, menarik untuk dicermati. Dua nama yang diduga kuat satu oknum yang sama ini malang melintang di berbagai milis dan dia juga memiliki banyak blog. Siapakah dia sebenarnya, untuk apa dan siapa dia melakukan itu semua, tidakkah semua yang dilakukan itu sebuah pekerjaan yang melelahkan, apakah pekerjaan itu dilaksanakan oleh tim?

Namun demikian, jika benar blog itu diniatkan untuk menyebarkan black campaign, toh oleh FPI justru ditanggapi positif. Blog FPI Online ini dikatakan Irwan dapat membantu mempublikasikan kegiatan FPI yang tak banyak diekspose oleh media massa.

Benarkah kehadiran blog FPI Online itu menguntungkan FPI, atau FPI saja yang ceroboh tak mengetahui siapa sebenarnya pengelola blog yang di beberapa forum justru kerap mendeskriditkan FPI dan rekan-rekan seperjuangannya yang hendak menegakkan syariat Islam di Indonesia?

Dari blog FPI Online, terlepas dari pro-kontra aktivitas FPI yang dinilai telah meresahkan masyarakat, kita dapat memetik pelajaran berharga bahwa meski internet memberikan siapapun ruang yang luas untuk menyampaikan informasi, namun sebagai penulis, seorang punya tanggungjawab atas informasi yang disampaikannya. Dan sebagai pembaca, sikap kita harusnya melacak setiap informasi yang ada di internet, baik yang disampaikan di blog maupun di situs berbayar, dan tidak serta-merta menelan mentah-mentah apa yang disampaikan di sana. Salah satunya dengan mencari tahu dari mana informasi itu bersumber. Ini penting, karena tidak semua informasi yang di dapat dari internet benar, sebagian adalah sampah! [Tamat]

Friday, May 25, 2007

Blog FPI Online: Aktor di balik Blog FPI Palsu (2)

PENGELOLA blog FPI mengaku pemilik blog http://indonebia.blogspot.com. Dari perbincangan di beberapa milis, Indonebia dikenal sebagai seorang tokoh parodi FPI di dunia maya yang malang-melintang di berbagai milis. Penulusuran dilanjutkan dengan melacak beberapa link “terlarang” yang justru dicantumkan diblog. Salah satu link itu adalah http://zamanku.blogspot.com. Namun link-link “haram” itu kini sudah dicopot dari blog oleh pengelola.

Saya membuka fasilitas mybloglog yang ada diblog http://zamanku.blogspot.com (http://www.mybloglog.com/buzz/community/mediacare). Dari sini diketahui bahwa pengelola blog Zamanku juga mengelola blog http://mediacare.blogspot.com dan jaringannya yang jumlahnya mencapai 39 buah blog. Sebuah jumlah yang sangat fantantis. Uniknya di anggota komunitas blog Mediacare yang ada di mybloglog itu dicantumkan dicantumkan blog indonebia dan FPI online. Jadi, sebenarnya mereka musuh atau kawan Mediacare?

Saya mulai curiga, jangan-jangan blog FPI Online, yang mengaku pemilik blog Indonebia itu, juga pengelola blog mediacare?

Untuk membuktikannya, saya menyocokkan identitas (id) Google Adsense blog FPI online, Zamanku, dan Mediacare. Hasilnya tidak jauh meleset dari dugaan. Tiga blog itu ternyata memiliki id adsense yang sama. Id ketiga blog itu adalah "5604202362132912".

SIAPAKAH sebenarnya pengelola blog FPI online yang memiliki id adsense yang sama dengan blog Zamanku, dan blog-blog jaringan Mediacare itu?

“Soal yang lain-lain, maaf ana tak perlu jawab. Biarkan ana tetap ber-id Indonebia,” jawabnya mengakhiri email yang ketiga kalinya saya kirim itu.

Seperti sudah disampaikan, Indonebia diduga tokoh parodi FPI yang malang melintang di berbagai milis. Sekarang, siapa pengelola blog Mediacare?

Dalam posting blog Mediacare berjudul “Duka Cita Chrisye, Badai pasti Berlalu” disampaikan bahwa pengelola atas nama “Radityo Djajoeri” turut berduka cita atas meninggalnya Chrisye. Nama Radityo Djajoeri ini juga masih bisa dilacak di mesin pencari blogger dan technorati dengan tag Mediacare. Saya sudah menanyakan ini dalam email wawancara, benarkah Radityo Djajoeri tokoh Indonebia. Tapi Indonebia tak menjawabnya. Dia minta “biarlah saya ber-id indonebia”.

Dari blog Media-Jakarta (http://media-jakarta.blogspot.com) yang merupakan blog jaringan Mediacare, dicantumkan kontak telpon Radityo Djajoeri: 0817-98022XX atau (021) 790-28XX. Saya menelpon kedua nomor itu. Pertama saya menelpon nomor ponsel, tapi tak ada yang mengangkat. Kemudian saya telpon nomor yang kedua, dijawab oleh suara seorang laki-laki.

"Halo, ini mas Radityo?"

“Saya bukan Radityo….”

“Saya dapat nomor ini di blog Media Jakarta, jaringan blog Mediacare. Nomor ini dicantumkan di atas nama Radityo Djajoeri. Saya ada perlu sama dia….”

“Wah nggak tahu ya. Tut…tut.……..”

Meski tidak ada pengakuan dari Indonebia bahwa dirinya adalah Radityo Djajoeri, dari hasil penelusuran yang sudah dipaparkan itu, tanpa pengakuan Indonebia pun sebenarnya sudah cukup jelas: Radityo Djajoeri adalah pengelola blog FPI Online yang mengaku Indonebia itu. Jika tidak, kenapa dia tak mengklarifikasi dugaan saya bahwa Indonebia itu adalah Radityo, seperti yang saya kirim dalam wawancara yang ketiga?

Dari cerita di beberapa milis, Radityo Djajoeri pernah dikeluarkan dari milis Jurnalisme. Farid Gaban, moderator milis Jurnalisme menyampaikan di milis bahwa Indonebia itu tak lain tokoh yang diperankan oleh Radityo Djajoeri. Selain Indonebia, Radityo juga punya Id lain, yakni Reporter Jalanan (Reja) yang kemudian juga menyusul dikeluarkan di milis yang sama. Siapakah Radityo Djajoeri itu? Adakah nama ini benar adanya, atau ternyata sama saja seperti Indonebia, nama "samaran" petualang dunia maya?

“Aku tak kenal Radityo. Tapi namanya memang malang melintang di dunia milis,” tulis Tomi Satryatomo mengomentari tulisan di multiply saya. Tomi adalah Executive Editor-Current Affairs & Features di ASTRO TV. Sebelumnya dia adalah News Producer di Trans TV.

Dalam posting di blog insidekompas.blogspot.com, pengelola blog mengaku kedatangan tamu istimewa dan dikagumi. Tamu istimewa itu adalah Radityo Djajoeri, pengelola blog Mediacare, blog yang mengupas isu media dalam dan luar negeri. Ini sebuah gambaran lain akan sosok Radityo Djajoeri alias Indonebia. Di mata pengelola blog “Pecinta Kompas”, Radityo dianggap sebagai tamu terhormat, blogger istimewa, apakah benar demikian, ataukah pengelola blog Inside Kompas itu tidak mengetahui sepak terjangnya di dunia maya?

Belakangan diketahui pengelola blog Inside Kompas itu adalah Pepih Nugraha. Ia bekerja di Harian Kompas sejak 1 Mei 1990. Pepih sekarang menjabat Wakil Kepala Desk Multi Media untuk Kompas Cyber Media (KCM). Dari pengakuannya, blog ini diurusnya sendiri, tak ada orang lain yang membantu.

"Saya memosisikan diri sebagai karyawan Kompas saja, yang tidak rela lembaga tempat saya dideskreditkan, dihina, didemo, dan bahkan mau diserbu oleh pendemo yang dikompori oleh blok Kompasinside yang dikelola AJI. Saya berupaya independen, ketika manajemen berbuat tidak adil, saya juga akan mengeritik mereka pedas (hanya tersiar di milis karyawan Kompas)," ungkapnya.

KompasInside adalah blog tandingan yang dibuat oleh para wartawan yang tergabung dalam Asosiasi Jurnalis Independen (AJI). Alamat blognya http://kompasinside.blogspot.com.

"Soal Radityo itu, sungguh saya tidak melihat sosoknya, saya tidak kenal dan saya tidak menilai orang dari sosoknya, apalagi saya belum kenal. Saya hanya membacanya dari Mediacare, blog yang konon dia asuh. Saya banyak menimba ilmu dari situ, setidak-tidaknya gosip pers di dunia maya. Kalau saya katakan dia tamu terhormat, tentu saya tidak akan mencabut penyebutan itu," tambahnya.

Namun, ketika saya bilang hendak menampilkan komentarnya dalam tulisan ini, Pepih menambahkan, “Saya menyatakan sikap sanjungan terhadap Radityo dengan Mediacare-nya itu sebelum Mas membongkar kasus Radityo dengan blog FPI-nya itu. Saya apreciate upaya Anda mencari kebenaran. Bravo!” Bersambung ke tulisan 3 (terakhir)

Wednesday, May 23, 2007

Blog FPI Online: Teror Terselubung Blog FPI Palsu (1)

Front Pembela Islam (FPI) tampaknya mulai menyadari peran weblog sebagai media yang efektif untuk memuluskan perjuangannya menegakkan syariat Islam di Indonesia. Barangkali, oleh karena itulah mereka membuat blog http://fpi-online.blogspot.com. Blog ini berisi berita seputar kegiatan FPI yang sebelumnya pernah dimuat di media lokal maupun mancanegara.

Tapi sebentar dulu, benarkah blog http://fpi-online.blogspot.com dibuat oleh anggota FPI atau simpatisannya. Bisa jadi malah sebaliknya, blog itu dibuat oleh oknum yang tidak senang terhadap FPI. Siapa tahu blog itu justru diniatkan untuk menyebarkan black campaign, untuk menjatuhkan nama FPI. Who knows?

Untuk mengetahui apakah blog FPI Online dibuat untuk mendukung aktivitas FPI atau malah sebaliknya, dibuat untuk menyebarkan black campaign, misalnya, simak penuturan beberapa sumber berikut ini.

“Saya tidak tahu pasti blog itu benar-benar milik FPI. Kesan yang saya dapatkan setelah berkunjung ke sana adalah, blog ini justru dibikin untuk memperolok FPI. Dari kalimat deskripsinya, sidebarnya, foto-fotonya, terlebih lagi footernya (arabia - apa pula itu?!) semuanya terkesan menjelek-jelekkan FPI. Mirip Roy Suryo Watch,” tulis Ikram Putra di milis jurnalisme-sastrawi.

Roy Suryo Watch yang dimaksudkan adalah sebuah situs yang dibuat untuk menyanggah komentar-komentar Roy Suryo, sang pakar telematika, di beberapa media massa. Situs tersebut saat ini sudah tak bisa diakses lagi. Namun, perjalanan polemik yang berlangsung dua tahun lalu itu bisa disimak diblog Priyadi.

“Dan itu pun tidak perlu diherankan. Tidakkah kita sudah sering dengar black campaign?,” tambah Ikram.

Menurut Ikram, Black campaign adalah kampanye menjelek-jelekkan, memperolok, yang dilakukan orang tanpa identitas jelas. Bisa anonim, atau bisa pula pseudonym. Ia berbeda dengan negative campaign, yakni kegiatan kampanye dengan menunjukkan kekurangan lawan. Dilakukan dengan terbuka atau ada pihak pembuat yang jelas. Dan menurutnya hal ini wajar-wajar saja.

Menurut Ook Nugroho, seperti yang ditulis dalam blognya (http://ruang-samping.blogspot.com), blog FPI online tampaknya sengaja didesain untuk bisa interaktif. Pengelola menyediakan shoutbox yang isinya justru lebih banyak memuat kecaman. Situs itu juga dilengkapi tool sitemeter, terdaftar di technorati, dan juga dilengkapi pernak-pernik yang sekarang sedang popular, yakni mybloglog.

"Ah, kalau saja jalan ngeblog ini bisa lebih menjadi prioritas mereka ketimbang model rame-rame yang nakutin orang dengan topeng ala ninja dan pedang samurai bikinan Tanah Abang, kita—maksudnya saya—pasti bisa lebih respek pada “perjuangan” mereka, betapa pun jauh dan berbedanya garis perjuangan kami," tulis Ook di blognya.

Karakteristik blog FPI online yang didesain interaktif, seperti dikemukakan oleh Ook mengundang beberapa pertanyaan. Benarkah jika blog itu dikelola oleh anggota maupun simpatisan FPI, pengelola blog akan membiarkan setiap orang bisa mengirim komentar di setiap tulisan tanpa ada moderasi. Apakah pengelola tidak khawatir akan adanya komentar spam, atau bahkan hujatan dari oknum yang tidak senang terhadap FPI. Apakah benar, jika blog itu dikelola oleh anggota ataupun simpatisan FPI, pengelola blog akan merelakan blognya diisi komentar yang bernada mengejek, bahkan cacian terpampang di kotak pesan dan tidak menghapusnya?

Satu hal lagi yang barangkali sulit untuk dipercaya, di blog FPI ini dipasang Google Adsense, sebuah layanan iklan berbayar yang berkantor pusat di Amerika Serikat. Bukankah FPI yang dikenal oleh masyarakat luas anti terhadap segala produk yang berbau Barat, produk AS dan sekutunya. Apakah FPI hendak menggunakan dana kompensasi yang didapat dari Google Adsense untuk kegiatan jihad mereka?

Selain yang sudah disampaikan, masih ada kejanggalan-kejanggalan lain dari blog FPI itu. Pada halaman sidebar dicantumkan beberapa link yang “haram” dibuka. Bukankah ini hal yang aneh. Logikanya, jika pengelola blog FPI melarang link itu untuk dibuka, mengapa dicantumkan? Ada juga himbauan untuk tidak mengisi petisi anti FPI, namun linknya dipasang di sidebar. “Berani mengisi, masuk neraka,” bunyi ancamannya. Kedengarannya, kalimat ini lebih mirip “ejekan” ketimbang “larangan”, bukan?

Untuk melacak status kepemilikan blog FPI itu, saya mengajukan beberapa pertanyaan kepada pengelola blog via email yang saya dapatkan dari halaman profil. Mulanya saya mengusulkan untuk mewawancarainya via Yahoo Messenger (YM). Namun pengelola mengaku tidak memiliki YM. “Lewat email saja ya? Ana tidak punya ym..” jawabnya singkat.

“Ana bukan anggota FPI, hanya simpatisan sahaja. Blog ini ana dedikasikan untuk FPI yang berjuang untuk menegakkan Syariat Islam di Indonesia seperti halnya ana dan sohib-sohib ana yang tersebar dimana-mana. Jadi semacam 'un-official weblog' FPI.Ana sendiri dengar selentingan kabar kalau FPI akan membuat situs sendiri, dalam bentuk website,” jawabnya menanggapi pertanyaan yang saya kirim ke emailnya, indonebia@yahoo.com.

Soal dugaan adanya black campaign dari blog FPI itu, pengelola tak menolak, pun tak mengiyakannya. Menurutnya ia sekadar mengumpulkan informasi tentang kegiatan FPI. Tujuannya, agar orang yang ingin mencari info tentang FPI di internet lebih mudah.

“Biarkan siapa sahaja bisa berkomentar, karena media massa sendiri sering menjelek-jelekkan FPI. Pernak-pernik di weblog kami hanya sekadar penghias belaka, tak kurang tak lebih. Sekali lagi, ini sifatnya temporer sahaja,” jawabnya. Bersambung...

Sunday, February 11, 2007

Blog Isnaini: Modal Nekat, Berbuah Dollar

Lulus kuliah, cari kerja ternyata susah. Isnaini banting setir. Ia mulai merambah ke bidang lain. Desain grafis, website, dipelajarinya. Modalnya nekat. Bagaimana tidak, ia benar-benar belajar sendiri dari nol! Tapi jangan salah, bulan Januari 2007 ini saja, ia dapat penghasilan $600. Ini belum termasuk penghasilan lainnya, dari mengajar sana-sini.

"Dulu ngambil jurusan Public Relation, kalo gak salah dulu pernah dapat desain grafis, itu aja gak sampe bisa. Kalo belajar web, otodidak semua, belajar sendiri. Malah dari dulu mpe sekarang gak punya komputer . Semuanya minjem . Belajar web malah setelah selese kuliah, coba-coba ngelamar kerja pake ijazah kuliah susah, makanya nekat belajar yang lain biar bisa nyari kerja," aku Isnaini ketika saya wawancarai lewat yahoo massanger Rabu (7/2) malam.

Itulah sekelumit cerita Isnaini, blogger asal Bima, Nusa Tenggara Barat ini telah tinggal di Yogyakarta semenjak awal kuliah pada tahun 1996. Nama lengkapnya Ahmad Isnaini. Sehari-hari mengajar dan malamnya ngeblog. Ia mengajar program-program komputer desain dan animasi di Yogya Executive School “YES”, Smile Group Jogja.

Bagi para blogger maniak, nama Isnaini tentu saja tak asing lagi. Ia termasuk desainer grafis dan web yang tak pelit. Bahkan ia membagi-bagikan template blog karyanya secara gratis. Templatenya ini sudah banyak dipakai oleh blogger lokal sampai mancanegara. Anda bisa melihat-lihat koleksi desain blog atau mendownloadnya di freetemplates.blogspot.com.

Mulanya karena hobi desain web. Blogger lajang yang sudah mulai ngeblog sejak tahun 2002 ini, kemudian bisa membuat template blog sendiri. Dari sana, teman-teman dekatnya minta dibuatkan template. Akhirnya muncul ide untuk membuat template dalam jumlah banyak agar bisa di download oleh siapa saja secara gratis.

Anda barangkali akan bertanya, apa untungnya Isnaini membagi-bagikan templatenya, tanpa dibayar pula?

"Namanya juga hoby, kalo dibilang rugi ya iya juga, misalnya karena banyaknya pengunjung yang datang untuk donwlod template ke blogku, akhirnya lebih banyak biaya yang aku keluarkan untuk hosting, terutama bandwith yg terpakai," akunya.

Soal penghasilannya $600 itu, tepatnya $602,86, didapatkannya dari google adsense. Dalam hal ini Google membayar pemilik website atau blog yang memasang iklan google di web atau blognya. Mereka kemudian disebut publisher. Besar kecilnya $yang didapatkan oleh publisher dari google beragam, tergantung pada beberapa faktor, diantaranya jumlah pengunjung, per-click, dan lainnya.

Isnaini sendiri mendapatkan dollar dari google setiap bulan, terhitung sejak Desember 2005. Tapi jangan bayangkan dollar itu mengalir begitu saja. Isnaini mendapatkannya dengan usaha keras. Mulanya ia sempat membuat 30 blog sekaligus dalam satu akun adsensennya. Jumlah yang fantantis, bukan? Tapi lama-lama ia kerepotan sendiri. Akhirnya kini ia memutuskan untuk mengelola 15 blog. Sisanya ia berikan kepada temannya yang gabung di program iklan berbayar dari google itu.

Ke-15 blog itu antara lain jogjaponsel.com, isnaini.info, dan masih banyak lainnya. Selengkapnya dicantumkan di sidebar blog isanini.com. Hampir semuanya menggunakan wordpress. Alasannya fasilitasnya lebih lengkap dan gratis. Tapi ada juga yang di blogger: isnaini.blogspot.com, freetemplates.blogspot.com, sexywomanlingerie.blogspot.com, machinerytool.blogspot.com, petsupplystore.blogspot.com.

"Sebenarnya untuk bisa menghasilkan duit dari adsense gak harus pake domain atau hosting sendiri, pake blogspot juga bisa," tulis Isnaini.

Dari 15 blog itu, yang paling banyak mendatangkan dollar adalah dari isnani.com. Perbulan bisa sampai $100 lebih. Tapi bila dicermati dari konten isnaini.com, hampir semuanya menggunakan bahasa Indonesia, bagaimana bisa menghasilkan adsense sampai $100 lebih?

"Bisa dapat segitu untuk isnaini.com sebenarnya karena memang pengunjungnya banyak. Dari sitemeter yang saya pasang, jumlah visit perhari lebih dari 1000, page impresion nya sendiri sampe 8000 perhari," jawab Isnaini.

Seperti diakui oleh Isnaini, jumlah $600 memang bukan nilai yang terlalu fantastis di kalangan adsense publisher yang sudah sukses. Di Indonesia, beberapa blogger sudah mendapatkan ribuan dollar dari google adsense dalam sebulan. Namun bagi orang awam, jumlah itu cukup bisa membuat terheran-heran. Dan Isnaini yang mulanya awam dengan urusan pernak-pernik website ini, telah membuktikan.

Siapa adsense publisher atau blogger yang mendapatkan dollar tertinggi dari google adsense?

"Dulu waktu aku masih aktif di adsense-id.com, katanya sih si Cosa. Nggak tau sekarang, aku gak pernah kesitu lagi," jawab Isnaini. Cosa yang dimaksud memiliki blog di http://www.cosaaranda.com.

Isnaini sekarang punya usaha baru. Ia membuka warung makan bareng temannya di dekat kosnya di Jl. Pramuka KG II/1095 Tegal Gendu - Kotagede. Anda yang sedang berkunjung ke Yogya bisa mampir, siapa tahu dapat gratisan.(Muhamad Sulhanudin)

+++++

Anda punya blog menarik? Atau bisa juga mengusulkan blog teman anda. Kirim alamat blog, nama pemilik, dan deskripsi singkat blog ke alamat email bloggernarsis@yahoo.com. Anda juga bisa berdiskusi lebih lanjut seputar dunia blog di milis Bloggernarsis@yahoogroups.com. Info selengkapnya di blog.suaramerdeka.com

Friday, January 26, 2007

Blog Murni Ramli: Apakah Anda Cinta Indonesia?

Jika ada yang bertanya, seberapa besar cinta anda pada Indonesia, maka Murni Ramli punya jawabannya. Mantan guru sebuah sekolah swasta di Bogor yang sekarang sedang menempuh pendidikan doktor di Jepang ini, menganggap bahwa dirinya menjadi warga negara Indonesia karena suatu kebetulan.


Kebetulan yang dimaksud tentu saja karena dirinya terlanjur dilahirkan di Indonesia. Akan lain cerita jika dia dilahirkan di Jepang, atau negara lain. Maka sudah barang tentu ia akan menjadi warga negara tersebut.

Lantas bagaimana jika Murni diminta memilih. Dia lebih memilih menjadi warga Indonesia atau Jepang?

“Ehmm.... pilihannya cuma dua neh. La wong ga isok milih tempat mbrujul yang aman deh…” jawabnya ketika saya wawancarai via google talk.

Suatu kali dalam blognya di http://murniramli.wordpress.com, Murni mengajukan pertanyaan: Apakah Saya Cinta Indonesia? Ia membeberkan pernak-pernik Jepang dari hasil pengamatannya selama dua tahun lebih tinggal di negeri matahari terbit itu. Mulai dari masyarakat Jepang yang dingin ketika di kereta, tidak mudah menyapa seperti orang Indonesia; sarana transportasi yang supercanggih; dan satu lagi yang membuat Murni kagum, sistem pendidikannya.

“Fasilitas seluruh negeri hampir seragam dan sangat elit, sistem belajar di PT ga segila di Indonesia (IPB apalagi), di sini lebih nyantai, dan bisa part time job,” balasnya.

Sistem pembelajaran di Jepang diceritakan lebih santai. Anak-anak sekolah bisa belajar dengan lebih menyenangkan, tanpa harus dibebani pekerjaan rumah yang berjibun, bahkan tidak perlu memakai seragam. Tapi kenapa hasilnya bisa maksimal?

Dalam posting yang diberi judul Mengapa Anak Indonesia Lebih Gampang Beradaptasi di Sekolah Jepang?, Murni memberikan analisanya. Salah satu perbedaan dengan sekolah di Indonesia, yakni ketika siswa hendak masuk sekolah. Di Jepang orang tua siswa tidak ditanyai soal biaya uang gedung, SPP, maupun uang seragam. Pertanyaan yang diajukan lebih difokuskan pada masalah kondisi psikologis sang anak.

Dalam hati kecil, Murni mengakui dalam beberapa hal Jepang lebih baik dari Indonesia. Namun ketika ada seorang temannya di Jepang memberikan penilaian yang kurang baik tentang Indonesia, ia akan bersikeras membelanya.

Seperti ketika manajer dia menanyakan soal hilangnya pesawat Adam Air. Murni malah berkelit dengan mengatakan ”Kami punya perusahaan penerbangan yang memproduksi pesawat ringan untuk menerbangkan orang Indonesia dari pulau ke pulau. Kami juga mengekspornya! Padahal ini benar-benar tidak nyambung dengan pertanyaannya !”

Kenapa ia rela membela Indonesia, seolah-olah tak rela nama negerinya itu dicela oleh warga negera lain. Apakah ini karena kecintaannya pada Indonesia?

“Ini mah respon normal semua orang lagi. Tapi saya kadang mengiyakan pendapat mereka juga, cuman belakangnya pasti saya kasih `tapi...mengkritik itu boleh, cuma harus adil’,” jawab Murni.

Itulah Murni. Seorang blogger Indonesia keturunan bugis tulen yang mempertaruhkan rasa nasionalismenya ketika berada di negera lain yang diam-diam dia kagumi. Lama berpisah dengan keluarganya yang sekarang tinggal di Madiun, Jawa Timur, sering membuatnya kangen. Ia rindu akan kampung halamannya dengan sawah yang hijau, penduduk yang ramah, tanah lapang yang luas, yang baginya tak akan ditemukan di belahan bumi manapun.

Saat ini Murni tengah menempuh studi phd di Nagoya University atas biaya sendiri, tak seperti waktu dia mengikuti Teacher Training yang disponsori oleh Kementrian Pendidikan Jepang. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan, Murni bekerja paroh waktu sambil kuliah.

Di Nagoya University Murni belajar tentang pengelolaan sekolah dan pendidikan (educational management). Berbeda dari yang ampunya sewaktu mengajar ilmu pertanian di Politeknik Darul Fallah dan ngajar Bhs Inggris plus Bahasa Arab di MA Al-Haitsam Bogor. Maklum, ia adalah alumni Institute Pertanian Bogor (IPB).

Murni tinggal di Nagoya, ibukota Aichi prefecture, provinsi terkaya di Jepang karena di wilayah ini ada perusahaan otomotif raksasa Toyota co. Jika tak ada aral melintang, studi doktoralnya di Nagoya University akan selesai pada Maret 2009.

Apa rencana Murni setelah pulang ke Indonesia?

“Tadinya mau balik ke sekolah yangg lama. Tapi kemudian berubah pikiran. Saya suka sekali dengan dunia penelitian sejak saya S1. Waktu itu temanya memang pertanian, sekarang agak bergeser ke pendidikan. Jadi saya berencana melamar di sebuah lembaga penelitian atau jadi dosen supaya bisa terus meneliti,” ungkapnya.

Dari pengakuanya, calon doktor ini ternyata masih single. Kapan ia akan mengakhiri masa lajangnya, apakah dengan orang Jepang atau justru dengan warga senegaranya? Silakan tanyakan langsung kepada bu Murni.****

*Tulisan ini dimuat di rubrik blog suaramerdeka.com.

Anda punya blog menarik? Atau bisa juga mengusulkan blog teman anda. Kirim alamat blog, nama pemilik, dan deskripsi singkat blog ke alamat email bloggernarsis@yahoo.com. Anda juga bisa berdiskusi lebih lanjut seputar dunia blog di milis Bloggernarsis@yahoogroups.com. Info selengkapnya di blog.suaramerdeka.com

Wednesday, January 10, 2007

Blog Andreas Harsono: Nikah a la Indopahit

Ada yang unik di pernikahan Andreas Harsono di awal tahun 2007 ini. Blogger cum jurnalis senior yang pernah menerima beasiswa dari Universitas Harvard ini, merayakan pernikahannya dengan menerbitkan majalah Indopahit edisi pernikahan. "Indopahit" merupakan plesetan dari "Indonesia yang Pahit" atau "Indonesia Keturunan Majapahit".


Majalah berukuran 14.5 x 21 cm ini dikerjakan oleh beberapa rekan Andreas. Mulai dari naskah sampai desain. Mereka adalah para kolega di Pantau dan beberapa rekan dekat Andreas. Antara lain Linda Christanty, Indarwati Aminuddin, Esti Wahyuni, Coen Husain Pontoh. Mereka menulis tentang hubungan Andreas dan Sapariah, mempelai perempuan; dan juga masing-masing keluarga. Selain itu ada juga esai foto yang dikerjakan oleh Mohamad Iqbal dan puisi-puisi oleh Hasan Aspahani.


Indopahit dicetak 500 eksemplar, dibagikan kepada segenap undangan di Pontianak maupun Jakarta. Desainnya dikerjakan oleh Vera Rosana dari rumah desain H2O, sedang foto dikerjakan oleh Mohamad Iqbal.

Tomy Satriyatomo adalah salah satu yang menerima undangan ke pernikahan Andreas-Sapariah. Dalam blognya ia menulis, undangan itu unik dan tak ada duanya. Berbentuk buku tebal, berisi artikel-artikel yang dikerjakan secara serius. Gaya penulisannya mengingatkannya pada majalah Pantau yang khas dengan Jurnalisme Sastrawi. Perfect!, kata Tomy.

Buku yang diterima Tomy itu merupakan undangan ke resepsi pernikahan Andreas-Sapariah tanggal 21 Januari mendatang. Pesta pernikahan sebelumnya telah lebih dulu digelar di kediaman keluarga Sapariah di Pontianak pada Sabtu, 6 Januari 2006.

Dalam artikel berjudul "Mengapa Kami Menikah" yang ditulis oleh Andreas dan Sapariah, diceritakan dari awal mula kedua mempelai bertemu sampai dengan ketertarikan masing-masing. Singkat kata, keduanya merasa cocok.

"Cerita cinta yang sangat mengharukan. Ucapan selamat kepada Sapariah dan Andreas dari Sock Foon dan saya -- secara virtual," komentar John Macdougall dalam artikel itu.

Sementara dalam artikel lain berjudul "Sebentuk Cinta yang Tak Tergantikan" yang ditulis oleh Linda Christanty, dikisahkan hubungan Andreas dengan anaknya yang bernama Norman. Norman adalah anak Andreas dari hasil pernikahanya yang pertama. Dari cerita Linda, diketahui betapa Andreas sosok ayah yang begitu menyayangi anak. Sampai suatu kali ia cemas ketika Norman mulai berbohong.

Saya pribadi mengenal Andreas dan Norman. Dari beberapa kali pertemuan singkat dengan keduanya, Andreas memang sosok ayah yang penyayang, sementara Norman yang biasa menggunakan bahasa Inggris itu, anak yang cerdas. Andreas bilang, pola pikir Norman seperti anak Amerika. Suatu malam dalam SMS yang saya terima, Andreas mengatakan dirinya tengah cemas karena Norman sakit flu berat.

Begitu sayangnya kepada anak, pernikahan keduanya dengan gadis keturunan Madura itu atas pertimbangan anak semata wayangnya. "Saya melibatkan Norman dalam proses pengambilan keputusan memilih Sapariah, walau saya yang memutuskannya. Norman menganggap Sapariah temannya. Kalau kebetulan Sapariah lama tak muncul, dia tanya kenapa Sapariah tak datang?," tulisnya dalam artikel "Kenapa Kami Menikah".

Selain dua cerita di atas, masih ada "Cerita Mak Isah" oleh Muhlis Suhaeri, "Hoakiao dari Jember" oleh Andreas Harsono, "Keriangan, Keragaman" oleh Coen Husain Pontoh, "Jomblo, Jomblo, Bahagia" oleh Aseanty Widaningsih Pahlevi, "Surat dari Ende" oleh Esti Wahyuni, "Pernikahan" oleh Indarwati Aminuddin.

Dalam "Hokaio dari Jember" diceritakan secara detail sosok kecil bernama Ong Tjie Liang tinggal di Jember. Kelak, nama Liang oleh sengkek (ayah) diganti dengan nama Jawa. Andreas Harsono, inilah nama baru Liang. Keputusan ini diambil akibat pemerintah Orde Baru yang diskriminatif terhadap warga keturunan.

Yang menarik, dalam tulisan itu Andreas menceritakan dirinya sendiri dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga. Andreas seperti tengah menceritakan sosok lain. Pembaca juga baru diberitahu jika "Ong Tjie Liang" tokoh yang diceritakan dari awal itu tak lain adalah Andreas, si penulis sendiri.

Dalam beberapa kali kesempatan, Andreas mengkritik konsep nasionalisme yang ditanamkan oleh para pendahulu bangsa Indonesia. Akibat kesalahpahaman nasionalisme ini, "pembersihan etnis" (ethnic cleansing) terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Yang lebih memprihatinkan, tindakan itu dilakukan oleh pemerintah yang seharusnya mengayomi warganya.

Beberapa tahun belakangan ini Andreas melakukan kunjungan ke beberapa daerah di Indonesia. Ia melakukan riset untuk bukunya tentang nasionalisme. Tahun 2007 ini Andreas berharap bukunya yang akan diberi judul "From Sabang to Merauke: Debunking the Myth of Indonesian Nationalism" bisa diterbitkan.

"Sapariah dan saya mohon doa restu dari Anda semua. Kami sadar bahwa mengarungi laut kehidupan dalam satu bahtera rumah tangga bukan sesuatu yang mudah. Ia bukan saja menuntut kesetiaan, pekerjaan mencintai namun juga banyak hal lain, dari masalah prinsip hingga remeh temeh. Kami ingin pernikahan ini langgeng hingga maut memisahkan kami," tulis Andreas.

Selamat menempuh hidup baru. Semoga apa yang diinginkan mempelai berdua terkabul. Amien.

*Tulisan ini dipublikasikan di rubrik blog suaramerdeka.com


++++
Bloggernarsis@yahoogroups.com adalah forum diskusi blogger Jawa Tengah yang dibentuk oleh tim kreatif suaramerdeka.com. Kami mengundang anda bergabung, berdiskusi seputar blogger di Jawa Tengah secara khusus, dan dunia blog secara umum. Selain itu kami juga melayani untuk pelatihan blog dasar dan lanjut. Kunjungi blog.suaramerdeka.com

Ingin blog anda dikunjungi, isi formulir ini:

Name
E-mail
Subject
Message